Senin, 14 Maret 2011

Senyum adalah bahasa Universal

Saat kita tiba di kampus , senyum yang tersaji dari teman - teman kampus menyambut kedatangan kita serasa menambah indah suasana hati. Pada saat kita memasuki area parkir pun, senyuman petugas parkir menyejukkan hati. Juga pada saat membayar belanjaan di supermarket, setelah mengantri cukup lama, senyuman kasir pun menghapus rasa jenuh penantian. Seringkali tidak kita sadari bahwa senyuman tulus akan membuat hati si penerima menjadi sejuk dan damai. Satu contoh yang paling berkesan bagiku adalah ketika suatu malam aku menyusuri sebuah gang sempit . Saat itu aku sedang mengantar seorang teman mencari rumah dosennya. Karena sama-sama belum tahu rumahnya maka kami berjalan memasuki semua lorong yang mungkin bisa dimasuki sambil sekali-sekali bertanya pada penduduk sekitar. Tanpa sadar kami salah masuk lorong yang sudah dikenal sebagai daerah rawan karena pemuda di daerah itu biasanya mabuk-mabukan di pinggir jalan dan bila sudah mabuk mereka akan minta uang pada siapa pun yang melewati jalan itu. Yaaah, kepalang basah, mau tak mau harus terus karena jalanan sempit sehingga tak mungkin putar arah. Dan memang benar adanya, seseorang berjalan terhuyung-huyung menghadang mobil kami. Terpaksa aku buka kaca jendela, dan secara refleks aku memberi seulas senyuman manis pada dia sambil bilang selamat malam... eh... dia langsung luluh dan mempersilahkan kami lewat tanpa mengganggu kami sedikit pun. Padahal sudah sering kudengar cerita dari teman-teman yang mengalaminya sendiri, bahwa pemuda di situ pasti minta uang bila sudah mabuk, kalau tidak memberi maka mobilnya akan dirusak atau dilempar batu. Sebenarnya, tersenyum adalah hal yang mudah dilakukan dan bermanfaat. Baik bagi si pemberi senyum maupun si penerima, senyuman memberikan keuntungan masing-masing. Si pemberi akan bertambah umur karena tersenyum itu sehat sedangkan si penerima pun akan merasa senang. Pernah sih beberapa kali aku digratisan. Maksudnya, aku sudah tersenyum dengan tulus, eh..si penerima malah cuek tanpa ekspresi. Ada sedikit rasa jengkel, tapi kemudian aku pikir gak ada ruginya aku tersenyum, toh aku gak bayar juga. Mungkin juga bukan maksud dia tidak pedulikan senyumanku tetapi mungkin terlambat sadar. Kadang aku sendiri juga terlambat membalas senyuman orang lain padaku dan pada akhirnya aku menyesal mengapa tidak membalas senyuman itu. Yah, setidaknya, dengan memberikan senyuman, dibalas atau tidak, diabaikan atau pun diacuhkan, orang yang menerima senyuman kita menjadi tahu bahwa kita bermaksud baik dan bukannya menebarkan hawa permusuhan. Senyuman juga bisa menghapus lelah. Bila penjual tiket yang sudah berjaga seharian kemudian mendapat senyuman dari pembeli, pasti sebagian rasa letihnya akan berkurang. Atau pedagang asongan yang sudah jauh berkeliling mendapat senyuman dari penumpang bis yang bahkan menolak tawaran dagangannya, dia pun akan merasa sedikit terhibur. Walau pun dagangannya tidak dibeli. Jadi, marilah kita mulai memberikan senyuman kita yang manis dan tulus kepada semua orang di sekeliling kita, orang-orang terdekat kita, kepada tukang sampah, kepada satpam kompleks perumahan, kepada dosen atau guru kita, kepada murid kita, kepada tukang sayuran, kepada petugas PLN atau PDAM, kepada office boy atau pun kepada atasan kita. Sebab dari situlah akan dimulai perdamaian dunia. Keadaan sekitar kita akan terasa nyaman. Bila suasana menjadi nyaman maka semua keindahan akan berbalik menghangatkan jiwa kita. Semuanya akan kembali kepada kita dengan balasan yang lebih besar daripada sekedar senyuman yang telah kita taburkan.

sumber : http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1658331-senyum-adalah-bahasa-universal/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar